Eramuslim.com – Sejumlah komunitas ojek online (ojol) di berbagai daerah menyuarakan penolakan atas rencana pemerintah yang ingin merevisi aturan komisi maksimal aplikasi transportasi daring. Aturan yang saat ini berlaku, yakni Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 1001 Tahun 2022, membatasi komisi aplikasi sebesar 20 persen dari pendapatan mitra pengemudi.
Menurut para driver, skema komisi 20 persen ini dinilai masih wajar dan menguntungkan—asalkan disertai dukungan nyata dari perusahaan aplikator, seperti asuransi kerja, pelatihan, promo pelanggan, hingga bantuan operasional.
“Bukan soal besar kecil potongannya, tapi soal perlindungan”
Komunitas ojol di Surabaya, seperti Komunitas B_Des, menyampaikan bahwa potongan komisi saat ini justru memberi mereka manfaat. Ketua komunitas, Dwi Wahyuliono, menegaskan bahwa potongan 20 persen terasa masuk akal jika dibarengi dukungan konkret.
“Potongannya masuk akal. Yang penting, kami dapat dukungan nyata. Kalau cuma kecil potongannya tapi gak ada perlindungan, itu malah nambah risiko,” katanya.
Senada dengan Dwi, Imam Syafei dari Mitra Gocar Community menambahkan bahwa sistem saat ini mendukung stabilitas kerja. Ia menyebutkan berbagai bentuk bantuan yang diterima mitra, seperti pelatihan dan bantuan medis, sebagai kompensasi yang sepadan dengan potongan.
Yogyakarta: Sistem saat ini sudah efisien dan melindungi
Di Yogyakarta, Wuri Rahmawati, Ketua Forum Ojol Yogyakarta Bersatu (FOYB), juga menilai skema yang ada saat ini sudah membantu efisiensi biaya operasional driver. Ia menyebut program diskon servis, voucher oli, hingga asuransi sebagai bentuk tanggung jawab aplikator.
“Saya pribadi tidak masalah dengan skema 20% karena driver merasakan manfaatnya,” ujarnya.
Wuri juga menyoroti keberadaan aplikator baru yang menawarkan tarif murah dan potongan rendah, namun tanpa perlindungan bagi driver atau pelanggan.
“Pemerintah harusnya fokus menindak aplikator yang melanggar aturan, bukan mengganggu sistem yang sudah memberi manfaat,” tegasnya.
Balikpapan dan Bali: Komisi wajar asal transparan dan peduli
Penolakan juga datang dari komunitas pengemudi di Balikpapan. Sudarlin dari komunitas Three Wolf & Siloam Driver mengakui adanya potongan komisi, namun ia melihat aplikator masih bertanggung jawab.
“Potongannya memang ada, tapi juga balik lagi ke kami. Ada diskon servis, sembako, asuransi. Yang penting transparan dan peduli,” ujarnya.
Hendra Kurniawan dari komunitas Cepoet Balikpapan menambahkan bahwa aplikator yang menerapkan skema 20% justru lebih konsisten dalam mendukung mitra.
Sementara itu, di Bali, pengemudi seperti I Gusti Anom Susila dan I Dewa Gede Suryadharma Setiawan menyebut sistem saat ini membuat mereka tetap produktif.
“Kalau aplikator serius bantu mitra, komisi itu sebanding. Kami merasa dilindungi dan dihargai,” kata Dewa Gede.
Pemerintah: Terbuka untuk revisi, tapi jangan ganggu ekosistem
Menanggapi berbagai suara ini, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengatakan bahwa pemerintah tetap terbuka terhadap pembentukan aturan baru yang lebih menyeluruh, asalkan tidak merusak keseimbangan ekosistem ojol yang sudah ada.
“Ini bukan sekadar bisnis. Ada ekosistem besar: pengemudi, perusahaan, dan masyarakat. Pemerintah ingin menjaganya agar tetap berkelanjutan,” ujar Dudy dalam diskusi bersama aplikator dan media di Jakarta, Senin (19/5).
Sumber: regional.kontan.co.id