Eramuslim.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero). Hari ini, KPK memanggil Evita Herawati Legowo, mantan anggota Dewan Komisaris Pertamina periode 2010–2013, sebagai saksi dalam perkara yang diduga merugikan negara hingga Rp2,1 triliun.
Evita diperiksa di Gedung Merah Putih KPK terkait kebijakan pengadaan LNG antara tahun 2011 hingga 2021. Ia sebelumnya juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, menjadikannya sosok penting dalam tata kelola energi nasional saat itu.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa selain Evita, penyidik juga memanggil Gusrizal, mantan SVP Corporate Strategic Growth Direktorat PIMP Pertamina. Meski belum merinci detail pemeriksaan, KPK menegaskan bahwa keduanya berada dalam lingkar pengambilan keputusan strategis selama masa pengadaan LNG yang kini diselidiki.
Skandal ini berawal dari kebijakan pengadaan LNG yang dilakukan PT Pertamina sejak 2012, sebagai solusi atas proyeksi defisit gas nasional pada rentang 2009–2040. LNG tersebut direncanakan untuk memenuhi kebutuhan PLN, industri pupuk, dan petrokimia di dalam negeri.
Namun, dalam praktiknya, Direktur Utama PT Pertamina saat itu, Karen Agustiawan, mengambil keputusan secara sepihak tanpa kajian teknis dan ekonomi yang matang. Salah satu kontrak utama adalah pembelian LNG dari perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC asal Amerika Serikat.
Pengadaan dilakukan tanpa pelaporan kepada Dewan Komisaris maupun persetujuan pemerintah melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Akibatnya, seluruh kargo LNG tak terserap di pasar domestik dan justru dijual merugi ke pasar internasional.
Kerugian negara ditaksir mencapai USD 140 juta atau sekitar Rp2,1 triliun, dengan perusahaan asing tersebut diduga mendapat keuntungan sebesar USD 113,83 juta (Rp1,83 triliun).
Selain Evita dan Gusrizal, KPK juga memeriksa sejumlah tokoh lainnya, di antaranya:
- MAB, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina 2011–2014
- Juniaty Tobing, analis senior dari Direktorat Strategi dan Pengembangan Usaha
- Mayjen (Purn) Nurdin Zainal, Komisaris Independen Pertamina 2010–2015
- Ndat Natanael Brahmana, Staf Ahli Dirut Pertamina 2008–2013
- Setianto, Direktur Pengolahan Pertamina 2010–2012
KPK telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus ini, termasuk:
Karen Agustiawan, mantan Dirut Pertamina, yang telah divonis:
9 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor pada 24 Juni 2024
Diperberat menjadi 13 tahun oleh Mahkamah Agung pada 28 Februari 2025
Denda Rp500 juta subsider 3 bulan
- Yenni Andayani, SVP Gas & Power PT Pertamina 2013–2014
- Hari Karyuliarto, Direktur Gas PT Pertamina 2012–2014
Majelis hakim menyebut Karen bersalah karena memberikan persetujuan kerja sama pengadaan LNG tanpa dasar pengadaan yang jelas, tanpa analisis, dan tanpa persetujuan dari dewan komisaris maupun pemerintah.
Ahok: “Kami yang Temukan Dugaan Korupsinya”
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mantan Komisaris Utama Pertamina (2019), turut diperiksa KPK sebagai saksi. Meski kasus terjadi sebelum masa jabatannya, Ahok mengklaim bahwa temuan awal berasal dari periode saat ia menjabat.
“Ini kasus LNG bukan di zaman saya semua. Tapi kami yang temukan pada Januari 2020, saat saya jadi Komisaris Utama,” ujar Ahok usai diperiksa KPK selama sekitar satu jam pada Januari 2025.
Surat perintah penyidikan kasus ini telah dikeluarkan KPK sejak 6 Juni 2022, dan KPK menegaskan bahwa pengusutan masih terus berjalan. Penyidik tengah menganalisis kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain dalam skandal ini.
KPK memastikan bahwa perkembangan akan terus diinformasikan kepada publik sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Sumber: Kompas.id dan Fajar.co.id
Semua korupsi di negri ini dilakukan berjamaah oleh sbb itu sampai kiamatpun tdk akan bisa tuntas diungkap aktor2 utamanya krn berbuahahahaya bisa2 chaos ini negara.Saya kasihan saja pada orang2 yg masih berharap tindakan korupsi bisa dituntaskan.