Eramuslim.com – Kalimantan Barat diketahui memiliki cadangan uranium yang besar, terutama di Kabupaten Melawi yang menyimpan sekitar 24.112 ton uranium. Informasi ini tercantum dalam Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kalimantan Barat serta dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 2025–2034.
Menanggapi potensi tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun Peraturan Pemerintah (PP) guna mengatur proses pengolahan bahan radioaktif, termasuk uranium, agar dapat dimanfaatkan sebagai energi primer untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
“Kami sedang mempersiapkan PP-nya. Harapannya nanti aturan ini bisa diterapkan untuk proses pemurnian dan pemanfaatan bahan radioaktif sebagai sumber energi,” ujar Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, dalam pernyataannya di kantor Kementerian ESDM pada Jumat, 20 Juni 2025, seperti dikutip dari detikFinance. Ia juga menekankan bahwa proses perizinan tambang uranium akan dikelola dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup, serta melibatkan lembaga seperti BRIN dan Bapeten.
Uranium sendiri merupakan logam radioaktif yang digunakan sebagai bahan bakar dalam pembangkit listrik tenaga nuklir. Unsur ini ditemukan secara tidak sengaja oleh ilmuwan Jerman, Martin Klaproth, pada tahun 1789 ketika meneliti sampel bijih dari tambang perak di kawasan yang kini dikenal sebagai Republik Ceko. Nama uranium diambil dari Planet Uranus, yang ditemukan delapan tahun sebelumnya.
Menurut berbagai sumber, termasuk buku Bahan Bakar Kapal, uranium terbentuk seiring terbentuknya Bumi dan dapat ditemukan dalam berbagai jenis batuan serta air laut. Sifatnya yang radioaktif dan proses penambangan yang kompleks menjadikan uranium termasuk ke dalam kategori bahan galian nuklir. Saat ini, terdapat lebih dari 100 jenis mineral uranium yang dikenal, seperti uraninite, coffinite, pitchblende, dan lainnya.
Untuk memastikan keamanan dan keberlanjutan pembangunan PLTN, berbagai syarat teknis dan keselamatan harus dipenuhi, termasuk ketersediaan bahan bakar nuklir, pengelolaan limbah radioaktif yang aman, dan sistem pengawasan sesuai standar Badan Energi Atom Internasional (IAEA) serta regulasi nasional.
Dalam rangka mendukung pembangunan PLTN, pemerintah melalui BATAN/BRIN telah melakukan survei lokasi di 28 wilayah potensial. Kajian tersebut mencakup aspek geoteknik, aktivitas seismik, serta risiko bencana alam lainnya. Seluruh lokasi tersebut dinilai layak untuk dikembangkan, dengan kapasitas total mencapai sekitar 70 Giga Watt (GW).
Berdasarkan hasil survei dan mempertimbangkan kebutuhan energi nasional, pembangunan tahap awal PLTN direncanakan akan difokuskan di wilayah sistem kelistrikan Sumatera dan Kalimantan.
Pemanfaatan uranium sebagai sumber energi primer bisa menjadi solusi jangka panjang untuk diversifikasi energi nasional, terutama karena Indonesia masih bergantung besar pada batu bara dan energi fosil lain. Dengan cadangan sebesar 24.000 ton lebih, Kalimantan Barat memang punya potensi untuk mendukung transisi ke energi bersih dalam jangka panjang—apalagi PLTN mampu menghasilkan listrik dalam jumlah besar secara stabil.
Penyusunan regulasi (PP) adalah langkah penting, tetapi tidak boleh dilakukan secara tertutup dan elitis. Rakyat, terutama warga Kalimantan Barat yang akan terdampak langsung, berhak untuk tahu dan ikut menentukan arah kebijakan ini. Sayangnya, dalam banyak proyek strategis nasional, kita sering melihat minimnya pelibatan masyarakat secara berarti.
Apalagi jika berkaca pada masalah-masalah lingkungan di proyek tambang lain: konflik agraria, penggusuran, dan kerusakan ekosistem bukan hal baru. Ini tidak boleh terulang dengan dalih “demi listrik”.
Namun, energi nuklir bukan tanpa konsekuensi. Uranium adalah bahan radioaktif dengan potensi bahaya yang sangat tinggi jika tidak dikelola secara ketat. Risiko pencemaran, pengelolaan limbah radioaktif, hingga potensi bencana teknis—sekecil apapun kemungkinannya—harus benar-benar menjadi prioritas dalam regulasi dan implementasi.
Yang menjadi kekhawatiran juga, apakah sistem pengawasan dan transparansi pemerintah, khususnya di sektor tambang dan energi, sudah cukup kuat untuk menghindari praktik buruk atau kelalaian yang bisa mengorbankan keselamatan lingkungan dan masyarakat sekitar?
Sumber: Detik News